TEMPO.CO, Jakarta - Terkait kejadian kapal Cina yang menerobos masuk perairan Natuna, pemerintah disarankan untuk tidak terburu-buru mengambil tindakan, khususnya dalam konteks perekonomian. Tindakan yang gegabah dikhawatirkan dapat memperburuk situasi bahkan tidak menguntungkan posisi Indonesia di mata internasional.
"Perlu diingat Cina adalah mitra dagang kita yang terbesar," ujar Direktur Riset Center of Reform on Economy atau Core, Piter Abdullah, melalui pesan singkat kepada Tempo, Ahad, 5 Januari 2020.
Karena itu, pemerintah diminta berhati-hati dalam memprediksi langkah yang akan diambil Cina. Sebab, hal tersebut akan menjadi dasar strategi yang akan ditempuh Indonesia. Sejauh ini, Piter menilai langkah dan sikap pemerintah sudah tepat dalam menyikapi polemik dengan cina.
Senada dengan Piter, Ekonom dari Universitas Indonesia Fithra Faisal menyarankan pemerintah tidak perlu membawa perkara itu ke ranah perekonomian. "Sebaiknya kita mengkarantina isu ini menjadi isu politik saja, jangan menjadi isu ekonomi," tuturnya.
Fithra melihat, retaliasi atau aksi membalas dari segi perdagangan, akan berdampak lebih buruk dan memperkeruh keadaan. Pasalnya, Cina adalah salah satu partner dagang Indonesia, khususnya di sisi ekspor. Ekspor Indonesia, terpantau cukup besar ke Cina.
"Sangat tidak tepat melakukan retaliasi di perdagangan. Karena sekali kita masuk ke ranah itu, maka Cina bisa membalas lebih dalam lagi. Itu menurut saya bukan merupakan opsi," tutur dia.